Rabu, 06 Mei 2015

Fasisme : Bnito Musolini dan Adolf Hitler
Oleh: Dendi Budiman (1113112000035)

Nama : Adolf Hitler
Kelahiran : Braunau am Inn, Austria, 20 April 1889
Kematian : Berlin, Jerman, 30 April 1945
Partai Politik : Nazi (Nationalsozialist)
Prestasi : Führer Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (1921-1945)
Reichskanzlier Jerman (1933-1945)
Führer und Reichskanzler (1934-1945)
Pemikiran Adolf Hitler berlandaskan pada nilai-nilai, yaitu Rasisme, suatu sikap memandang rendah terhadap suatu individu atau kelompok yang dikarenakan atas suatu perbedaan yang menonjol berupa fisik, ras, etnis, suku, agama, politik, dan faktor ekonomi. Yang kedua adalah Chauvinisme, suatu sikap nasionalisme yang berlebihan, yang dikelanjutannya menciptakan suatu konflik. Yang ketiga adalah Eugenetika, suatu ‘perbaikan’ ras manusia dengan membuang orang-orang berpenyakit dan cacat serta memperbanyak individu sehat. Sehingga menurut teori itu, ras manusia bisa diperbaiki dengan meniru cara bagaimana hewan berkualitas baik dihasilkan melalui perkawinan hewan yang sehat. Sedangkan hewan cacat dan berpenyakit dimusnahkan. Yang keempat adalah Megalomaniac, suatu tindakan individu atau kelompok yang obsesi atau menggila-gilakan suatu penggunaan kekuasaan. Yang kelima adalah Utopist, suatu individu maupun kelompok yang menginginkan suatu negeri impian yang sempurna sesuai dengan cita-cintanya.
Pemikirannya berasal dari para pemikir terdahulu seperti Machiavelli dalam Il Principe, Charles Darwin dalam Origin of Species, dan Friedrich Nietzsche dalam Thus Spake Zarathustra.
Pemikirannya tentang “Supremasi Jerman Raya” adalah suatu pemikiran tentang terciptanya Jerman yang luas untuk terciptanya suatu negeri Jerman raya yang diperuntukan untuk orang-orang dari ras Arya saja, karena selain dari ras Arya merupakan kelas rendahan (inferior).
Nazisme muncul sebagai akibat dari Perang Dunia I. Pada 11 November 1918 secara mengejutkan bagi pasukan garis depan Jerman, perang tiba-tiba berakhir. Pasukan garis depan tidak merasa dikalahkan dan mereka heran mengapa gencatan senjata terjadi begitu cepat sehingga mereka harus segera meninggalkan posisinya padahal mereka masih berada di wilayah musuh. Mitos yang berkembang di antara para prajurit Jerman yang menyerah ini adalah bahwa mereka telah “ditikam dari belakang.” Bahwa pasukan garis depan dan 2 juta rakyat Jerman tewas selama perang telah dikhianati oleh kelompok Marxis dan Yahudi yang telah memunculkan perbedaan pendapat di negara mereka. Ketika pasukan selamat itu kembali ke Jerman baru yang demokratis, mereka membawa serta kekecewaan mereka. Seusai perang, negara-negara sekutu melanjutkan blokade terhadap Jerman. Pasukan yang kembali dan berbaris melewati München, ibukota Bayern, terkejut melihat keluarga mereka yang masih menderita. Jutaan rakyat Jerman kelaparan dan ribuan lainnya sekarat akibat penyakit TBC dan influenza.
pemikiran Adolf Hitler akan “Supremasi Jerman Raya” bertitik berat pada pandangan yang berlandaskan atas chauvinisme ras Arya Jerman. Dimana sikap itu berkeyakinan bahwa bangsa Jerman-lah yang seharusnya memimpin dunia ini, karena bangsa lain dianggapnya sebagai kelas inferior.
Dari suatu pandangan itulah nilai nasionalisme bangsa Jerman semakin tinggi yang diprogandakan oleh Hitler. Propaganda ini bertujuan agar terwujudnya suatu negara Jerman Raya yang terdiri dari bangsa-bangsa Jerman yang tersebar di negara-negara Eropa maupun orang yang berbahasa Jerman harus masuk ke dalam wilayah Jerman Raya yang berpusat di Berlin.
Agar tercapainya mimpi akan negara Jerman Raya, maka Hitler menyerukan pasukannya agar menggempur negara-negara di Eropa dan melakukan pembantaian terhadap warga yang bukan berdarah Jerman, pembantaian ini tidak hanya terjadi di Jerman namun juga terjadi di beberapa negara Eropa yang telah jatuh ke tangan Jerman.
Menurut penulis serbuan militer bukanlah hal yang paling utama dalam pendirian negara Jerman Raya melainkan sikap nasionalisme bangsa Jerman yang sangat tinggi pada saat itu yang mengakibatkan penghalalan segala cara demi terwujudkan legalitas bangsa Jerman terhadap kepemimpinan Jerman di Eropa. Sehingga segala keputusan yang diambil oleh Hitler baik itu buruk atau baik selalu mendapat dukungan penuh di rakyat Jerman pada masa itu.




*Referensi: hasil bacaan dari buku “pmikiran politik Barat” A. Suhelmi. Dan buku “Filsafat Politik” Henry J. Schmandt

Tidak ada komentar:

Posting Komentar