HANNA ARENDT
Oleh: Dendi
Budiman
Hannah
Arendt lahir di Hanover, Jerman 14 Oktober 1906, sebagai anak tunggal dari
keluarga Yahudi sekuler. Selama masa kecilnya Arendt berpindah-pindah, pertama
ke Königsberg, dan kemudian ke Berlin. Pada tahun 1922-23, Arendt memulai
studinya (dalam teologi Kristen klasik) di University of Berlin, dan pada tahun
1924 memasuki Universitas Marburg, dan belajar filsafat pada Martin Heidegger.
Pada tahun 1925 dia sempat menjalin hubungan romantis dengan Heidegger tetapi
putus pada tahun berikutnya. Dia kemudian pindah ke Heidelberg dan belajar pada
Karl Jaspers, filsuf eksistensial dan teman Heidegger. Di bawah supervisi
Jasper, dia menulis disertasinya tentang konsep cinta dalam pemikiran
Agustinus. Dia tetap dekat dengan Jasper sepanjang hidupnya, walaupun pengaruh
fenomenologi Heidegger ternyata lebih besar dalam karya-karyanya.
Tentang
vita activa (The Human Condition) dia membedakan tiga aktivitas fundamental
manusia yakni kerja (labor), karya (work), dan tindakan (action). Yang
dimaksudkan dengan kerja adalah cara kita melakukan aktivitas setiap hari yang
membuat kita tetap hidup; makan, minum, dan aktivitas apa saja yang
diasosiasikan dengannya, seperti memasak. Yang dimaksudkan dengan karya adalah
aktivitas produksi, dalam arti bahwa satu proses diikuti untuk mengadakan satu
obyek material. Karya, kata Arendt, menciptakan dunia di sekitar kita. Yang
dimaksudkan dengan tindakan (action) adalah juga aktivitas produksi, tetapi
tidak menyangkut barang, dalam arti material. Tindakan itu dilakukan manusia
ketika berkomunikasi satu sama lain. Itu berarti tindakan dilakukan dalam
kebersamaan dengan orang lain, dalam pluralitas. Orang-orang (men) harus
mengorganisasi diri mereka dengan cara-cara tertentu, dan tindakan (action)
adalah cara mereka melakukan ini.
Kekerasan
harus diurai dari negara. Dalam The Origins of Totalitarianism dia menguraikan
asal usul dari totalitarianisme yang merupakan akar kekerasan negara. Dan
totalitarianisme itu berawal dari gerakan antisemitisme, imperialisme dan
terisisihnya tindakan politis demokratis. Maka untuk menghindari kekerasan
negara dalam totalitarianisme dia membuat klasifikasi atas masyarakat “pariah”
dan “parvenu”, rakyat dan massa, yang otentik dan inotentik, hak manusia dan
hak warga nasional,. Untuk menghindari kekerasan, negara harus memberi
perhatian pada kelompok paria dan bukan parvenu yang oportunis, pada rakyat dan
bukan pada massa yang mengambang dan tidak punya tujuan; pada yang otentik dan
bukan yang inotentik, pada manusia dan bukan hanya warga negara.
menurut Hannah Arendt kekerasan bukanlah satu paket dengan
kekuasaan. Membongkar kekerasan tidak harus dilakukan dengan membongkar
kekuasaan. Bahkan saat kekerasan terjadi kekuasaan sudah tidak ada. Maka
menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan itu hal yang kontradiktif.
Saat kita menggunakan kekerasan, kekuasan sudah tidak ada. Jadi tidak ada
gunanya menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan.
Untuk menguraikan kekerasan dari kekuasaan Arendt membuat
distingsi dan klarifikasi yang menarik antara kekuasaan (power), kekuatan
(strength), daya paksa (force), otoritas (authority), kekerasan (violence)
Refensi: hasil bacaan dari buku diktat Filsafat Politik II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar