Rabu, 06 Mei 2015

HANNA ARENDT


HANNA ARENDT
Oleh: Dendi Budiman
Hannah Arendt lahir di Hanover, Jerman 14 Oktober 1906, sebagai anak tunggal dari keluarga Yahudi sekuler. Selama masa kecilnya Arendt berpindah-pindah, pertama ke Königsberg, dan kemudian ke Berlin. Pada tahun 1922-23, Arendt memulai studinya (dalam teologi Kristen klasik) di University of Berlin, dan pada tahun 1924 memasuki Universitas Marburg, dan belajar filsafat pada Martin Heidegger. Pada tahun 1925 dia sempat menjalin hubungan romantis dengan Heidegger tetapi putus pada tahun berikutnya. Dia kemudian pindah ke Heidelberg dan belajar pada Karl Jaspers, filsuf eksistensial dan teman Heidegger. Di bawah supervisi Jasper, dia menulis disertasinya tentang konsep cinta dalam pemikiran Agustinus. Dia tetap dekat dengan Jasper sepanjang hidupnya, walaupun pengaruh fenomenologi Heidegger ternyata lebih besar dalam karya-karyanya.

Tentang vita activa (The Human Condition) dia membedakan tiga aktivitas fundamental manusia yakni kerja (labor), karya (work), dan tindakan (action). Yang dimaksudkan dengan kerja adalah cara kita melakukan aktivitas setiap hari yang membuat kita tetap hidup; makan, minum, dan aktivitas apa saja yang diasosiasikan dengannya, seperti memasak. Yang dimaksudkan dengan karya adalah aktivitas produksi, dalam arti bahwa satu proses diikuti untuk mengadakan satu obyek material. Karya, kata Arendt, menciptakan dunia di sekitar kita. Yang dimaksudkan dengan tindakan (action) adalah juga aktivitas produksi, tetapi tidak menyangkut barang, dalam arti material. Tindakan itu dilakukan manusia ketika berkomunikasi satu sama lain. Itu berarti tindakan dilakukan dalam kebersamaan dengan orang lain, dalam pluralitas. Orang-orang (men) harus mengorganisasi diri mereka dengan cara-cara tertentu, dan tindakan (action) adalah cara mereka melakukan ini.
Kekerasan harus diurai dari negara. Dalam The Origins of Totalitarianism dia menguraikan asal usul dari totalitarianisme yang merupakan akar kekerasan negara. Dan totalitarianisme itu berawal dari gerakan antisemitisme, imperialisme dan terisisihnya tindakan politis demokratis. Maka untuk menghindari kekerasan negara dalam totalitarianisme dia membuat klasifikasi atas masyarakat “pariah” dan “parvenu”, rakyat dan massa, yang otentik dan inotentik, hak manusia dan hak warga nasional,. Untuk menghindari kekerasan, negara harus memberi perhatian pada kelompok paria dan bukan parvenu yang oportunis, pada rakyat dan bukan pada massa yang mengambang dan tidak punya tujuan; pada yang otentik dan bukan yang inotentik, pada manusia dan bukan hanya warga negara.
menurut Hannah Arendt kekerasan bukanlah satu paket dengan kekuasaan. Membongkar kekerasan tidak harus dilakukan dengan membongkar kekuasaan. Bahkan saat kekerasan terjadi kekuasaan sudah tidak ada. Maka menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan itu hal yang kontradiktif. Saat kita menggunakan kekerasan, kekuasan sudah tidak ada. Jadi tidak ada gunanya menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaan.
Untuk menguraikan kekerasan dari kekuasaan Arendt membuat distingsi dan klarifikasi yang menarik antara kekuasaan (power), kekuatan (strength), daya paksa (force), otoritas (authority), kekerasan (violence)
Refensi: hasil bacaan dari buku diktat Filsafat Politik II

Tidak ada komentar:

Posting Komentar