Rabu, 23 September 2015

RIMASI GELAR SEMINAR NASIONAL PILKADA SERENTAK 2015




Oleh: Dendi Budiman

Jakarta- Riungan Mahasiswa Sukabumi (RIMASI JAKARTA) yang bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Yayasan Binatng Muda Nusantara (BIDARA) yang di dukung oleh Ditjen Politik dan Hukum KEMENDAGRI menyelenggarakan SEMINAR NASIONAL yang bertema “Implementasi Kebijakan Politik dalam Negri Jelang PILKADA Serentak”. Kegiatan ini  menghadirkan pembicara yang ahli di bidangnya diantaranya adalah Bapak Ray Rangkuti selaku Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) dan juga Andar Nubowo (Dosen FISIP UIN Jakarat sekaligus Direktur Eksekutif Indostrategi) di  gelar pada hari Selasa 15 September 2015 di lingkungan FISIP Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Seminar Nasional ini mengambil tema tentang PILKADA serentak dengan pertimbangan bahwa masalah ini sangat urgen untuk dibicarakan bersama oleh para ahli di bidangnya. Mengingat bahwa pada tahun ini Indonesi akan menghadapi momentum bersejarah sepanjang pemilihan umum yaitu dengan menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah dengan serentak. PILKADA serentak ini memang sudah cukup lama menjadi sorotan media namun faktanya tidak sedikit mahasiswa yang belum paham betul bagaimana teori atau dasar hukum serta praktik yang terjadi pada momentum PILKADA serentak nanti. Karena itu seperti di tegaskan oleh ketua pelakana Dendi Budiman, masalah ini harus di perbincangkan dan di sosialisasikan.

“PILKADA adalah salah satu proses demokrasi di daerah untuk memilih kepala daerah, baik kepala daerah tingkat satu yakni Gubernur, maupun pemilihan kepala daerah tingkat dua yakni Bupati/Walikota. Hal ini merupakan salah satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah secara langsung, dan sarana manifestasi kedaulatan dan pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat daerah”. papar Ray Rangkuti dalam mengawali presentasinya. Lebih jauh lagi bang Ray (panggilan akrabnya) memaparkan bahwa dalam kaitannya implementasi kebijakan politik dalam negri PILKADA Serentak akan menimbulkan polarisasi di tingkat daerah dan pusat. Polarisasi ini di akibatkan oleh adanya perbedaan partai pemenang di daerah dengan di pusat. “jika di satu daerah pemenang PILKADAnya adalah satu bendera dengan pusat maka pembangunan di daerah akan berjalan lancar. Dan begitupun sebaliknya” tandas bang Ray.
Berbeda dengan Ray Rangkuti yang cukup optimis dan sepakat dengan di adakannya  PILKADA Serentak tahun ini, Nadar Nubowo justru merasa pesimis dengan dilaksanakannya penyelenggaraan PILKADA Serentak tahun ini.  Pasalnya mengenai dasar hukumnya saja  terlihat seperti terdapat keragu-raguan. “Saya kira pemerintah terlihat ragu-ragu dalam mengeluarkan produk hukum terkiat PILKADA Serentak tahun ini”. Selanjutnya Andar menjelaskan dasar hukum di adakannya PILKADA Serentak tahun ini. Meski pesimis Andar tetap Berharap PILKADA Serentak ini bisa memunculkan pemimpin baru yang mampu membawa daerahnya ke arah yan lebih baik. “kita bisa lihat walikota Bandung atau Surabaya, tak perlu waktu  yang lama untuk mengubah kotanya, semoga PILKADA Serentak tahun ini mampu memunculkan para pemimpin yang demikian”. Tandasnya.

Di akhir acara keduanya (Ray Rangkuti dan Andar Nubowo) sepakat bahwa Setidaknya terdapat tiga masalah pencalonan pasangan kepala daerah dalam proses penyelenggaraan pilkada. Pertama, terjadi politik uang dalam bentuk ”ongkos perahu” yang diberikan pasangan calon kepada partai politik yang memang berhak untuk mencalonkan. Inilah politik uang pertama sekaligus kentara dalam pilkada sekalipun besarnya ”ongkos perahu” tidak sebanding dengan dukungan parpol dalam kampanye. Kedua, terjadi ketegangan dan bahkan perpecahan internal parpol akibat ketidaksepakatan pengurus parpol dalam mengajukan pasangan calon. Akibatnya, parpol menjadi lemah sehingga mereka gagal memperjuangkan kepentingan anggota. Ketiga, pencalonan yang hanya mempertimbangkan ”ongkos perahu” mengecewakan masyarakat karena calon yang diinginkan tidak masuk daftar calon. Di satu pihak, hal ini menyebabkan masyarakat apatis terhadap pilkada sehingga partisipasi pemilih menurun. Di lain pihak, hal itu menyebabkan masyarakat marah sehingga bisa menimbulkan konflik terbuka.

Kegiatan yang di gagas oleh RIMASI jakarta ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa UIN Jakarta khusunya mahasiswa Sukabumi yang sedang kuliah di Jakarta. Di harapkan setelah mengikuti acara ini mahasiswa mempunyai pemahaman baru terkait PILKADA Serentak yang akan kita hadapi di akhir tahun ini sehingga menjadi pemilih yang cerdas Dan pada nantinya menggunakan hak pilihnya untuk menentukan masa depan daerahnya satu periode kedepan.

Sabtu, 12 September 2015

pendaftaran SEMINAR NASIONAL

SALAM MAHASISWA !!!

HMPS Ilmu Politik FISIP UIN Jakarta bekerjasama dengan Riungan Mahasiswa Sukabumi (RIMASI JAKARTA), LSM BIDARA dan KEMENDAGRI dengan bangga mempersembahkan

SEMINAR NASIONAL

Dengan tema "Implementasi Kebijakan Politik Dalam Negri Jelang PILKADA Serentak" dengan pembicara
-Ray Rangkuti (Pendiri Lingkar Madani)
-Andar Nubowo (Dosen / Peneliti Indostrategi)

Hari: Selasa, 15 September 2015
Pukul: 09.00 WIB
Tempat: Gedung Aula lt 1 FISIP UIN Jakarta

Free, terbuka untuk umum
Fasilitas:
-Ilmu
-Sertifikat
-Konsumsi
Untuk 100 orang pendaftar pertama
Ketik: (nama-jurusan-instansi) ke 085724210597 (Dendi Budiman)

Acara ini akan di meriahkan dengan beberapa penampilan keren persembahan RIMASI JAKARTA.
Ayo hadir dan ikuti kesempatan mendapat ilmu politik dari narasumber keren di negri ini.

Rabu, 09 September 2015

pengertiam ummah

Pengertian Ummah
Para cendekiawan berbeda pendapat tentang pengertian Ummah secara etimologis. Banyak pendapat yang dimunculkan mengenai asal kata Ummah ini, diantaranya akan dipaparkan berikut ini. Ummah berasal dari kata dalam bahasa Arab umm yang berarti ibu. Bagi setiap manusia Muslim atau manusia-Tauhid Ummah itu menjadi semacam ‘ibu pertiwi’ yang diwadahi dalam iman atau akidah yang sama, bukan  oleh batas-batas geografis-teritorial.
Ali Syari’ati berpendapat bahwa Ummah berasal dari kata bahasa Arab amma yang artinya bermaksud, menghendaki (qasada) dan berniat keras (‘azima). Ia juga menyatakan bahwa Ummah dengan pengertian seperti di atas mempunyai tiga pemahaman, yaitu: ‘gerakan’, ‘tujuan’ dan ‘ketetapan hati yang sadar’. Karena kata amma pada mulanya mencakup arti ‘kemajuan’ maka tentunya ia memperlihatkan diri sebagai kata yang terdiri atas empat pemahaman, yaitu: usaha, gerakan, kemajuan dan tujuan. Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Qamaruddin Khan dan Quraish Shihab. Qamaruddin Khan menyatakan bahwa  pada awalnya Ummah berarti orang-orang yang bermaksud untuk mengikuti seorang pimpinan (imam), hukum (syari’ah), din atau jalan (manhaj). Dari perkataan dasar Ummah ini timbullah dua buah konsep penting yaitu mengenai masyarakat dan agama. Kedua konsep ini sering dipergunakan dengan digabungkan sehingga muncul pengertian masyarakat keagamaan. Sedangkan menurut Quraish Shihab, kata Ummah terambil dari kata bahasa Arab amma-yaummu yang berarti menuju, menumpu dan meneladani. Dari akar kata yang sama lahir kata lain, ummu yang berarti ibu dan imam yang berarti pemimpin; karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan harapan anggota masyarakat.  .  
Apabila keterangan itu benar, maka hal itu tidak menjadi persoalan karena al-Qur’an seringkali memang meminjam kata-kata asing atau lokal tetapi kemudian diberi makna baru yang sarat nilai. Para cendekiawan Muslim pada umumnya cenderung untuk menyatakan bahwa Ummah adalah kata asli Arab. Jika memang ada kata Ibrani atau Aramaic yang sama, maka hal itu tidak aneh mengingat bangsa Yahudi dan Arab tergolong dalam ras yang sama, yaitu ras Semit.  Kata Ummah ini telah mengalami penyempitan makna. Pada masa Arab pra-Islam Ummah berarti umum yaitu komunitas atau sekelompok manusia berdasar agama (religious community).  Dalam perkembangan selanjutnya kata Ummah menjadi satu kata yang spesifik menunjuk pada komunitas pengikut Muhammad SAW. Khususnya setelah hijrah ke Madinah. 
Pengertian Ummah secara terminologis juga mengundang beragam pendapat dari para cendekiawan. Fazlur Rahman menyatakan bahwa ‘Ummah adalah persaudaraan universal yang berdasarkan iman, yang merupakan pengganti yang lebih kuat daripada kesetiaan ikatan darah dan kesukuan bangsa Arab.   Pada pengertian ini ia menyatakan bahwa wilayah cakupan Ummah sangat luas, jauh melewati batas kesukuan bangsa Arab dan ikatan yang menyatukan Ummah juga lebih kuat daripada yang selama ini dipegang oleh bangsa Arab berupa ikatan darah dan kesukuan, yaitu keimanan.
Definisi tentang Ummah secara luas dan kompleks dikemukakan oleh Ziauddin Sardar. Ia menyatakan bahwa Ummah adalah persaudaraan Islam, seluruh masyarakat Muslim, yang dipersatukan oleh persamaan pandangan-dunia (din), yang didasarkan pada sebuah gagasan universal (tauhid) dan sejumlah tujuan bersama untuk mencapai keadilan (‘adl) dan ilmu pengetahuan (‘ilm) dalam upaya memenuhi kewajiban sebagai pengemban amanah (khalifah) Tuhan di muka bumi. 
Dibandingkan dengan beberapa definisi Ummah sebelumnya, definisi ini lebih lengkap. Dalam definisinya Sardar menyebutkan secara jelas tujuan yang  harus dicapai oleh Ummah yaitu keadilan dan ilmu. Pencapaian tujuan ini merupakan peran wajib bagi Ummah sebagai pengemban amanat kekhalifahan Tuhan. Dari keterangan ini dapat diambil kesimpulan bahwa Ummah bukanlah konsep yang statis, melainkan konsep yang dinamis dan dapat diterapkan dalam datarann kehidupan yang nyata umat manusia.
Ummah bukanlah masyarakat dalam pengertian sosiologi lengkap dengan ciri-cirinya. Ummah adalah wadah berkumpulnya orang-orang mukmin yang percaya kepada kesaksian yang berpusat kepada Tuhan, yang tidak berubah dan abadi yaitu al-Qur’an. Ummah ini tidak bersifat eksklusif, akan tetapi sangat terbuka karena penambahan anggota-anggota baru dimungkinkan atas dasar kriteria yang tetap  dengan syarat umum yaitu tunduk pada kepercayaan.
2.  Ummah dalam al-Qur'an
Frekuensi penyebutan kata Ummah dalam al-Qur'an cukup tinggi, baik dalam bentuk mufrad dan jamak, yaitu 62 kali yang tersebar dalam 25 surat. Dalam bentuk mufrad kata Ummah disebutkan dalam al-Qur'an sebanyak 49 kali dalam 22 surat. Dalam bentuk  jamak, kata Ummah disebutkan 13 kali dalam 9 surat.
Ayat-ayat tentang Ummah diturunkan pada akhir periode Makkah dan pada periode Madinah. Dengan perkataan lain ayat-ayat Ummah diturunkan di Makkah dan Madinah, sehingga ayat-ayat tersebut dapat diklasifikasikan berdasar tempat turunnya. Ayat-ayat Ummah yang diturunkan di Makkah sebanyak 35 ayat dalam 19 surat. Sementara itu ayat-ayat Ummah yang diturunkan di Madinah lebih sedikit bila dibandingkan dengan ayat-ayat yang diturunkan di Makkah, yaitu 16 ayat dalam 7 surat. 
Kata Ummah dalam al-Qur'an yang disebutkan berkali-kali dan dalam  berbagai surat, sebagaimana telah disebutkan di atas, digunakan dalam makna yang berbeda-beda. Ah{mad Mustafa al-Maragi dalam kitab tafsirnya menyebutkan lima pengertian Ummah yang dipakai dalam al-Qur'an, yaitu:
1.   Ummah dalam pengertian akidah atau dasar-dasar syari’at (Q.S. al-Anbiya' :  92).
2.   Ummah dalam pengertian sekelompok orang  yang terikat dalam suatu ikatan yang kokoh ( Q.S. al-A'raf : 181).
3.   Ummah dalam pengertian waktu ( Q.S. Yusuf : 45).
4.   Ummah dalam pengertian imam (pemimpin) yang diteladani (Q.S. an-Nahl : 120)
5.   Ummah dalam pengertian salah satu Umat yang telah dikenal, yaitu umat Islam (Q.S. Ali Imran : 110). 
Sementara itu Sayyid Qutb dalam kitab tafsirnya, Fi Zilal al-Qur'an, menyebutkan bahwa pengertian kata Ummah yang dipakai dalam al-Qur'an ada delapan, sebagai berikut:
1.    Ummah dengan pengertian makhluk hidup yang memiliki karakteristik dan        tujuan hidup yang satu ( Q.S. al-An'am: 38). 
2.     Ummah dengan pengertian waktu ( Q.S. Yusuf : 45).
3.    Ummah dengan pengertian imam, pemimpin yang menjadi panutan dalam kebaikan ( Q.S. an-Nahl : 120).
4.     Ummah dengan pengertian agama tauhid yang dibawa oleh para Rasul (Q.S. al-Anbiya' : 92 ).
5.     Ummah dengan pengertian susunan atau potensi pada manusia ( Q.S. Hud: 118).
6.    Ummah dengan pengertian komunitas yang didasarkan pada satu aqidah dari          berbagai kebangsaan dan kawasan, bukan didasarkan pada satu kebangsaan dan kawasan (Q.S. al-Baqarah : 160).
7.    Ummah dengan pengertian komunitas atau sekelompok orang (Q.S.Ali Imran: 104).
Ummah dengan pengertian salah satu umat yang telah dikenal, yaitu umat Islam  (Q.S. Ali ‘Imran : 110) .
Di antara banyak penyebutan kata Ummah dalam al-Qur'an terdapat kata Ummah yang mempunyai ciri khusus bila dibandingkan dengan kata Ummah yang lain. Ciri khusus itu berupa penambahan kualifikasi pada kata Ummah itu menjadi Khairu Ummah  yang dapat diterjemahkan sebagai Umat yang terbaik, yang terdapat dalam Q.S. Ali Imran: 110. Kualifikasi lain yang diberikan pada kata Ummah adalah Ummatan Wasatan, yang dapat diterjemahkan sebagai  umat yang adil dan terpilih, yang terdapat dalam Q.S. al-Baqarah : 143.
Para mufasir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Khairu Ummah dan Ummatan Wasatan itu adalah  umat Islam atau umat Muhammad SAW . Dengan kualifikasi khusus tersebut umat Islam mempunyai posisi dan peran yang menjadi konsekuensi dari kekhususannya dibandingkan dengan umat-umat yang lain.
Allah SWT telah memilih umat Islam dengan kualifikasi tersebut adalah untuk mengemban kitab suci al-Qur'an sekaligus mengamalkan isinya, beramar ma’ruf nahi munkar, menegakkan keadilan dan mengimplementasikannya pada kehidupan manusia. Selain itu agar umat Islam berjihad di jalan Allah SWT sehingga kemanusiaan menjadi tegak dan lurus berjalan di atas rel syariat-Nya. Melalui umat ini Allah SWT juga  hendak mengunggulkan din al-Islam di atas semua agama sehingga tidak ada tempat yang layak bagi pembuat undang-undang atau aturan-aturan di luar syariat Islam. 


KESIMPULAN
Pembahasan tentang sistem masyarakat manusia pada umumnya belumlah lengkap bila Ummah tidak turut dibahas. Umat manusia telah mengenal bahkan telah menjalani secara langsung beberapa sistem masyarakat yang dominan hingga saat ini, tetapi  mungkin telah melupakan suatu sistem masyarakat manusia yang telah berhasil mengantarkan manusia Muslim pada posisinya yang tertinggi, yaitu Ummah.
Pilar utama penyangga dari Ummah adalah persamaan akidah. Akidah telah menjadi tali pengikat hubungan manusia jauh melampaui batas-batas teritorial, bahkan dapat dikatakan menjadi ikatan manusia secara universal. Akidah yang merupakan inti sari dari ajaran Islam yang telah baku menjadi pengendali utama dalam Ummah.
Posisi tertinggi umat manusia, khususnya umat Islam, tergantung pada tiga hal, yaitu : (1) kesediaan beramar makruf, (2) kesediaan ber-nahi munkar, dan  (3) beriman secara benar.  Ketiga hal ini merupakan kunci pokok yang harus ada, ketiadaan salah satu darinya menggagalkan posisinya sebagai umat tertinggi. Lapangan amar makruf dan nahi mungkar adalah sangat luas, meliputi segala hal yang bersangkut-paut dengan kehidupan manusia. Keimanan yang benar akan menjadi pelita yang senantiasa mengobarkan semangat dan menjadi penuntun dalam beramar makruf dan nahi mungkar.
Demikianlah sebuah sistem masyarakat manusia yang Qur'ani, yang pernah menjelma di muka bumi dibawah pimpinan Muhammad SAW. Keberhasilan  Muhammad SAW mewujudkan masyarakat yang  Qur'ani ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam saat ini yang juga merupakan umat Muhammad SAW, dapatkah umat Islam kembali muncul sebagai Khairu Ummah  di pentas sejarah? Realitas ummat Islam hari ini terpilah-pilah menjadi beberapa jama’ah yang menyeru kepada Islam. Masing-masing jama’ah mempunyai seorang imam yang di bai’at oleh anggota jama’ah untuk memimpin mereka. Maka jama’ah yang akan mencapai penegakan khalifah adalah jama’ah yang akan sampai kepadanya. Jama’ah ini telah memberikan loyalitas kepada kepemimpinannya sejak pembentukan atau sejak pentan kepemimpinannya,tanpa memandang kepada keturunannya. Dan kaum Muslimin akan dituntut memberikan loyalitas mereka kepadanya dan membai’atnya , baik jama’ah ini mencapai pemerintahan melalui koalisi, pemilihan,umum atau revolusi.  Jawabnya semua tergantung kepada umat Islam sendiri, terutama dalam membina hubungan antar umat Islam sedunia dalam bingkai ajaran al-Qur'an dan Sunnah Nabi-Nya. (Q.S An-Nisa’ : 59)

DAFTAR PUSTAKA 
Masyhur, Syaikh Mushthafa. 2007.  Bekal Dakwah.Al-i’tishom Cahaya Umat. Jakarta.
Abdul Halim, Mahmud Ali, Karakteristik Ummat terbaik: Telaah Manhaj, Akidah dan Karakah, terj. As’ad Yasin , Jakarta : Gema Insani Press, 1996.
Jabir,Hussain bin Muhammad bin Ali ,Menuju Jama’atul Muslimin ; Telaah sistem jama’ah dalam gerakan Islam ,terj. Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, Lc, Jakarta : Robbani Press. 1990.I.
Http://wwwMasyarakat Islami. Com.

Selasa, 08 September 2015

Jomblo harus REVOLUSIONER

Siapa yang tak kenal Tan Malaka? Mungkin jawabannya cuma dua. Pertama, orang yang mati sebelum Tan lahir. Kedua, orang yang tinggal di planet Pluto yang katanya sudah keluar dari orbit tata surya. Bagaimana dengan jomblo? Jomblo yang tak tahu Tan sama sekali, bisa jadi kupingnya tertinggal di abad 19. Atau dengan kata lain, kupingnya bersemayam di kuburan orang-orang yang meninggal sebelum Tan ada. Kalau toh hidup di zaman sekarang, mungkin ia jomblo yang sisi kiri dan kanan kepalanya rata tak berlubang. Ya, minimal ia adalah jomblo yang kurang piknik. Maka pantaslah ia tak punya kekasih. Jomblo macam ini, jangankan pasangan, anjing pun bisa menggonggong kalau melihatnya. Tan Malaka asli berdarah Minang. Tempatnya belajar dan mendapat gelar dari sesepuh kampungnya. Sejak muda, ia melanjutkan pendidikannya ke Belanda dan pulang kembali dengan satu tekad: memerdekakan bangsanya. Orang berdarah Minang yang satu ini, sangatlah revolusioner totok. Pikirannya sangat khas marxis sekaligus nasionalis yang kental, (bahkan) sekental bumbu masakan Padang. Soal karya, jangan diragukan. Ia telah melahirkan karya-karya penting yang mengundang decak kagum seorang Harry Albert Poeze. Sebut saja Madilog, Massa Actie, Gerpolek, Dari Penjara ke Penjara, Semangat Muda, bahkan ia menjadi pribumi nomor wahid yang merumuskan konsep republik dalam Naar de Republik Indonesia tahun 1925. Jauh lebih dulu ketimbang Indonesia Vrije (1928) karya Hatta dan Menuju Indonesia Merdeka (1930) karya Bung Karno. Di samping itu pula, kalimat terakhir dalam Massa Actie membuat W.R. Supratman mencantumkan lirik “Indonesia tanah tumpah darahku …” dalam lagu Indonesia Raya. Tahukah kau? Ia jomblo. Tak pernah memiliki pasangan, sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan. Mungkin Pram akan bilang begitu. Orang yang sepanjang hidupnya hanya memikirkan bagaimana caranya menutup buku kolonialisme rapat-rapat dari bangsanya. Setiap hembusan napas hanyalah napas proklamasi. Bahkan bisa jadi ketika sakratul maut, ia tak menyebut kalimat syahadat dan tahlil, tapi, “Bangsaku, bangsaku, bangsaku!”. Tak pernah terdengar sedikit pun kisah percintaannya, bahkan dari buku-buku sebanyak enam jilid milik Poeze. Mungkin baginya, rasa ingin memiliki pasangan hanyalah suara sumbang yang kalah merdu dengan kebebasan tanah airnya. Ia adalah jomblo sejati. Jomblo yang berpikir dialektis, tak hanya bersandar sempit pada pilihan memiliki pasangan atau tidak. Kesendirian bukan untuk diratapi. Tapi itu merupakan pilihan untuk mencapai kebebasan seutuhnya. Dengan kebebasan, pikiran-pikiran liar, revolusioner, dan jauh ke depan akan tercapai. Dan itu lebih berguna bagi kemanusiaan, ketimbang hanya pada satu orang pasangan. Jomblo-jomblo tanah air harus belajar pada Tan Malaka. Harus memahami dan mengamalkan ajarannya, bagaikan umat Muslim yang mencontoh Nabi Muhammad. Tapi, jangan seperti binatang. Mau sampai kiamat pun, kerjaannya copy-paste utuh diri induknya. Nanti bisa jadi jomblo fundamentalis yang tekstual dan cenderung berprilaku radikal. Bahaya itu! Artinya, pada saat Tan hidup, waktu itu zaman revolusi. Kebebasan baginya adalah kemerdekaan tanah air. Dan jomblo adalah gerbangnya. Namun sekarang, di masa globalisasi, jomblo haruslah bebas sesuai dengan dinamisasi bentuknya. Lupakan tradisi-tradisi lama yang menyebut seseorang yang sukses adalah yang memiliki pasangan. Tutup telinga kanan-kiri dari celoteh omong-kosong Mario Teguh. Jadikan jomblo sebagai kebebasan menuju seseorang yang revolusioner, jauh berpandangan ke depan, demi bangsa dan kemanusiaan. Contohlah Tan Malaka, Si Jomblo yang Revolusioner. Merdeka!