Rabu, 09 September 2015

pengertiam ummah

Pengertian Ummah
Para cendekiawan berbeda pendapat tentang pengertian Ummah secara etimologis. Banyak pendapat yang dimunculkan mengenai asal kata Ummah ini, diantaranya akan dipaparkan berikut ini. Ummah berasal dari kata dalam bahasa Arab umm yang berarti ibu. Bagi setiap manusia Muslim atau manusia-Tauhid Ummah itu menjadi semacam ‘ibu pertiwi’ yang diwadahi dalam iman atau akidah yang sama, bukan  oleh batas-batas geografis-teritorial.
Ali Syari’ati berpendapat bahwa Ummah berasal dari kata bahasa Arab amma yang artinya bermaksud, menghendaki (qasada) dan berniat keras (‘azima). Ia juga menyatakan bahwa Ummah dengan pengertian seperti di atas mempunyai tiga pemahaman, yaitu: ‘gerakan’, ‘tujuan’ dan ‘ketetapan hati yang sadar’. Karena kata amma pada mulanya mencakup arti ‘kemajuan’ maka tentunya ia memperlihatkan diri sebagai kata yang terdiri atas empat pemahaman, yaitu: usaha, gerakan, kemajuan dan tujuan. Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Qamaruddin Khan dan Quraish Shihab. Qamaruddin Khan menyatakan bahwa  pada awalnya Ummah berarti orang-orang yang bermaksud untuk mengikuti seorang pimpinan (imam), hukum (syari’ah), din atau jalan (manhaj). Dari perkataan dasar Ummah ini timbullah dua buah konsep penting yaitu mengenai masyarakat dan agama. Kedua konsep ini sering dipergunakan dengan digabungkan sehingga muncul pengertian masyarakat keagamaan. Sedangkan menurut Quraish Shihab, kata Ummah terambil dari kata bahasa Arab amma-yaummu yang berarti menuju, menumpu dan meneladani. Dari akar kata yang sama lahir kata lain, ummu yang berarti ibu dan imam yang berarti pemimpin; karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan harapan anggota masyarakat.  .  
Apabila keterangan itu benar, maka hal itu tidak menjadi persoalan karena al-Qur’an seringkali memang meminjam kata-kata asing atau lokal tetapi kemudian diberi makna baru yang sarat nilai. Para cendekiawan Muslim pada umumnya cenderung untuk menyatakan bahwa Ummah adalah kata asli Arab. Jika memang ada kata Ibrani atau Aramaic yang sama, maka hal itu tidak aneh mengingat bangsa Yahudi dan Arab tergolong dalam ras yang sama, yaitu ras Semit.  Kata Ummah ini telah mengalami penyempitan makna. Pada masa Arab pra-Islam Ummah berarti umum yaitu komunitas atau sekelompok manusia berdasar agama (religious community).  Dalam perkembangan selanjutnya kata Ummah menjadi satu kata yang spesifik menunjuk pada komunitas pengikut Muhammad SAW. Khususnya setelah hijrah ke Madinah. 
Pengertian Ummah secara terminologis juga mengundang beragam pendapat dari para cendekiawan. Fazlur Rahman menyatakan bahwa ‘Ummah adalah persaudaraan universal yang berdasarkan iman, yang merupakan pengganti yang lebih kuat daripada kesetiaan ikatan darah dan kesukuan bangsa Arab.   Pada pengertian ini ia menyatakan bahwa wilayah cakupan Ummah sangat luas, jauh melewati batas kesukuan bangsa Arab dan ikatan yang menyatukan Ummah juga lebih kuat daripada yang selama ini dipegang oleh bangsa Arab berupa ikatan darah dan kesukuan, yaitu keimanan.
Definisi tentang Ummah secara luas dan kompleks dikemukakan oleh Ziauddin Sardar. Ia menyatakan bahwa Ummah adalah persaudaraan Islam, seluruh masyarakat Muslim, yang dipersatukan oleh persamaan pandangan-dunia (din), yang didasarkan pada sebuah gagasan universal (tauhid) dan sejumlah tujuan bersama untuk mencapai keadilan (‘adl) dan ilmu pengetahuan (‘ilm) dalam upaya memenuhi kewajiban sebagai pengemban amanah (khalifah) Tuhan di muka bumi. 
Dibandingkan dengan beberapa definisi Ummah sebelumnya, definisi ini lebih lengkap. Dalam definisinya Sardar menyebutkan secara jelas tujuan yang  harus dicapai oleh Ummah yaitu keadilan dan ilmu. Pencapaian tujuan ini merupakan peran wajib bagi Ummah sebagai pengemban amanat kekhalifahan Tuhan. Dari keterangan ini dapat diambil kesimpulan bahwa Ummah bukanlah konsep yang statis, melainkan konsep yang dinamis dan dapat diterapkan dalam datarann kehidupan yang nyata umat manusia.
Ummah bukanlah masyarakat dalam pengertian sosiologi lengkap dengan ciri-cirinya. Ummah adalah wadah berkumpulnya orang-orang mukmin yang percaya kepada kesaksian yang berpusat kepada Tuhan, yang tidak berubah dan abadi yaitu al-Qur’an. Ummah ini tidak bersifat eksklusif, akan tetapi sangat terbuka karena penambahan anggota-anggota baru dimungkinkan atas dasar kriteria yang tetap  dengan syarat umum yaitu tunduk pada kepercayaan.
2.  Ummah dalam al-Qur'an
Frekuensi penyebutan kata Ummah dalam al-Qur'an cukup tinggi, baik dalam bentuk mufrad dan jamak, yaitu 62 kali yang tersebar dalam 25 surat. Dalam bentuk mufrad kata Ummah disebutkan dalam al-Qur'an sebanyak 49 kali dalam 22 surat. Dalam bentuk  jamak, kata Ummah disebutkan 13 kali dalam 9 surat.
Ayat-ayat tentang Ummah diturunkan pada akhir periode Makkah dan pada periode Madinah. Dengan perkataan lain ayat-ayat Ummah diturunkan di Makkah dan Madinah, sehingga ayat-ayat tersebut dapat diklasifikasikan berdasar tempat turunnya. Ayat-ayat Ummah yang diturunkan di Makkah sebanyak 35 ayat dalam 19 surat. Sementara itu ayat-ayat Ummah yang diturunkan di Madinah lebih sedikit bila dibandingkan dengan ayat-ayat yang diturunkan di Makkah, yaitu 16 ayat dalam 7 surat. 
Kata Ummah dalam al-Qur'an yang disebutkan berkali-kali dan dalam  berbagai surat, sebagaimana telah disebutkan di atas, digunakan dalam makna yang berbeda-beda. Ah{mad Mustafa al-Maragi dalam kitab tafsirnya menyebutkan lima pengertian Ummah yang dipakai dalam al-Qur'an, yaitu:
1.   Ummah dalam pengertian akidah atau dasar-dasar syari’at (Q.S. al-Anbiya' :  92).
2.   Ummah dalam pengertian sekelompok orang  yang terikat dalam suatu ikatan yang kokoh ( Q.S. al-A'raf : 181).
3.   Ummah dalam pengertian waktu ( Q.S. Yusuf : 45).
4.   Ummah dalam pengertian imam (pemimpin) yang diteladani (Q.S. an-Nahl : 120)
5.   Ummah dalam pengertian salah satu Umat yang telah dikenal, yaitu umat Islam (Q.S. Ali Imran : 110). 
Sementara itu Sayyid Qutb dalam kitab tafsirnya, Fi Zilal al-Qur'an, menyebutkan bahwa pengertian kata Ummah yang dipakai dalam al-Qur'an ada delapan, sebagai berikut:
1.    Ummah dengan pengertian makhluk hidup yang memiliki karakteristik dan        tujuan hidup yang satu ( Q.S. al-An'am: 38). 
2.     Ummah dengan pengertian waktu ( Q.S. Yusuf : 45).
3.    Ummah dengan pengertian imam, pemimpin yang menjadi panutan dalam kebaikan ( Q.S. an-Nahl : 120).
4.     Ummah dengan pengertian agama tauhid yang dibawa oleh para Rasul (Q.S. al-Anbiya' : 92 ).
5.     Ummah dengan pengertian susunan atau potensi pada manusia ( Q.S. Hud: 118).
6.    Ummah dengan pengertian komunitas yang didasarkan pada satu aqidah dari          berbagai kebangsaan dan kawasan, bukan didasarkan pada satu kebangsaan dan kawasan (Q.S. al-Baqarah : 160).
7.    Ummah dengan pengertian komunitas atau sekelompok orang (Q.S.Ali Imran: 104).
Ummah dengan pengertian salah satu umat yang telah dikenal, yaitu umat Islam  (Q.S. Ali ‘Imran : 110) .
Di antara banyak penyebutan kata Ummah dalam al-Qur'an terdapat kata Ummah yang mempunyai ciri khusus bila dibandingkan dengan kata Ummah yang lain. Ciri khusus itu berupa penambahan kualifikasi pada kata Ummah itu menjadi Khairu Ummah  yang dapat diterjemahkan sebagai Umat yang terbaik, yang terdapat dalam Q.S. Ali Imran: 110. Kualifikasi lain yang diberikan pada kata Ummah adalah Ummatan Wasatan, yang dapat diterjemahkan sebagai  umat yang adil dan terpilih, yang terdapat dalam Q.S. al-Baqarah : 143.
Para mufasir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Khairu Ummah dan Ummatan Wasatan itu adalah  umat Islam atau umat Muhammad SAW . Dengan kualifikasi khusus tersebut umat Islam mempunyai posisi dan peran yang menjadi konsekuensi dari kekhususannya dibandingkan dengan umat-umat yang lain.
Allah SWT telah memilih umat Islam dengan kualifikasi tersebut adalah untuk mengemban kitab suci al-Qur'an sekaligus mengamalkan isinya, beramar ma’ruf nahi munkar, menegakkan keadilan dan mengimplementasikannya pada kehidupan manusia. Selain itu agar umat Islam berjihad di jalan Allah SWT sehingga kemanusiaan menjadi tegak dan lurus berjalan di atas rel syariat-Nya. Melalui umat ini Allah SWT juga  hendak mengunggulkan din al-Islam di atas semua agama sehingga tidak ada tempat yang layak bagi pembuat undang-undang atau aturan-aturan di luar syariat Islam. 


KESIMPULAN
Pembahasan tentang sistem masyarakat manusia pada umumnya belumlah lengkap bila Ummah tidak turut dibahas. Umat manusia telah mengenal bahkan telah menjalani secara langsung beberapa sistem masyarakat yang dominan hingga saat ini, tetapi  mungkin telah melupakan suatu sistem masyarakat manusia yang telah berhasil mengantarkan manusia Muslim pada posisinya yang tertinggi, yaitu Ummah.
Pilar utama penyangga dari Ummah adalah persamaan akidah. Akidah telah menjadi tali pengikat hubungan manusia jauh melampaui batas-batas teritorial, bahkan dapat dikatakan menjadi ikatan manusia secara universal. Akidah yang merupakan inti sari dari ajaran Islam yang telah baku menjadi pengendali utama dalam Ummah.
Posisi tertinggi umat manusia, khususnya umat Islam, tergantung pada tiga hal, yaitu : (1) kesediaan beramar makruf, (2) kesediaan ber-nahi munkar, dan  (3) beriman secara benar.  Ketiga hal ini merupakan kunci pokok yang harus ada, ketiadaan salah satu darinya menggagalkan posisinya sebagai umat tertinggi. Lapangan amar makruf dan nahi mungkar adalah sangat luas, meliputi segala hal yang bersangkut-paut dengan kehidupan manusia. Keimanan yang benar akan menjadi pelita yang senantiasa mengobarkan semangat dan menjadi penuntun dalam beramar makruf dan nahi mungkar.
Demikianlah sebuah sistem masyarakat manusia yang Qur'ani, yang pernah menjelma di muka bumi dibawah pimpinan Muhammad SAW. Keberhasilan  Muhammad SAW mewujudkan masyarakat yang  Qur'ani ini menjadi tantangan tersendiri bagi umat Islam saat ini yang juga merupakan umat Muhammad SAW, dapatkah umat Islam kembali muncul sebagai Khairu Ummah  di pentas sejarah? Realitas ummat Islam hari ini terpilah-pilah menjadi beberapa jama’ah yang menyeru kepada Islam. Masing-masing jama’ah mempunyai seorang imam yang di bai’at oleh anggota jama’ah untuk memimpin mereka. Maka jama’ah yang akan mencapai penegakan khalifah adalah jama’ah yang akan sampai kepadanya. Jama’ah ini telah memberikan loyalitas kepada kepemimpinannya sejak pembentukan atau sejak pentan kepemimpinannya,tanpa memandang kepada keturunannya. Dan kaum Muslimin akan dituntut memberikan loyalitas mereka kepadanya dan membai’atnya , baik jama’ah ini mencapai pemerintahan melalui koalisi, pemilihan,umum atau revolusi.  Jawabnya semua tergantung kepada umat Islam sendiri, terutama dalam membina hubungan antar umat Islam sedunia dalam bingkai ajaran al-Qur'an dan Sunnah Nabi-Nya. (Q.S An-Nisa’ : 59)

DAFTAR PUSTAKA 
Masyhur, Syaikh Mushthafa. 2007.  Bekal Dakwah.Al-i’tishom Cahaya Umat. Jakarta.
Abdul Halim, Mahmud Ali, Karakteristik Ummat terbaik: Telaah Manhaj, Akidah dan Karakah, terj. As’ad Yasin , Jakarta : Gema Insani Press, 1996.
Jabir,Hussain bin Muhammad bin Ali ,Menuju Jama’atul Muslimin ; Telaah sistem jama’ah dalam gerakan Islam ,terj. Aunur Rofiq Shaleh Tamhid, Lc, Jakarta : Robbani Press. 1990.I.
Http://wwwMasyarakat Islami. Com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar